Powered By Blogger

Selasa, 14 Desember 2010

Kisah Mengejar Wedhus Gembel dengan Kondom


 
Surabaya - Kondom tak hanya alat pengaman seksual. Namun siapa sangka juga bisa dimanfaatkan sebagai alat pembantu pekerjaan seorang wartawan ketika meliput bencana, seperti letusan Gunung Merapi.

Pengalaman itu diungkap oleh Trisnadi Marjan, kontributor kantor berita Amerika Associated Press (AP). Di dalam Diskusi Journalist Insting dengan tema 'MENGEJAR WEDHUS GEMBEL' yang diselenggarakan oleh Himpunan Penggemar Fotografi (Himmarfi) Stikosa AWS bekerja sama Forum Progresif (FOR PRO) AWS di kampusnya, Nginden Intan Timur Surabaya, Kamis (9/12/2010).

"Dengan kondom saya bisa menentukan posisi saya berada itu aman atau tidak. Kondom saya tiup, lalu saya ikat di atas pohon, dari situ ketahuan ke mana arah angin. Kadang angin atas dan bawah berbeda, makanya saya pasang dua kondom," terang Trisnadi Marjan.

Lebih lanjut Trisnadi mengungkapkan dengan kondom terebut ia berani memutuskan untuk tetap berada dalam posisinya dan mengabadikan setiap kejadian yang berlangsung dihadapannya. Menurutnya, seorang jurnalis harus peka terhadap ruang dan waktu. Juga harus cepat mempelajari kondisi lingkungan atau memetakan keadaan. Secara psikologis harus siap berada di medan apapun. Terlebih lagi dalam peliputan bencana.

Lebih lanjut Trisnadi menyebutkan spesifik untuk peliputan bencana, kondisi manusiawi seorang fotografer, terlebih pemula akan mengalami shooc. Hal ini wajar, mengingat suasana didaerah bencana umumnya mengaduk-aduk suasana batin. Namun, kondisi ini harus dikuasai secepatnya dan tersebut ia lakukan untuk bisa memanjat tower tinggi yang licin.

Pada kondisi bencana, mood seorang jurnalis foto hanya berumur tujuh hari. Selanjutnya seorang fotografer akan merasakan jenuh. Selama tujuh hari tersebut obyek yang ditangkap seorang fotografer monoton. Untuk itu seorang jurnalis harus mampu memunculkan instingnya atau ide-ide segarnya.

"Kita kadang terpancing ikut panik atau lainnya, itu justru bisa membuat jurnalis kehilangan banyak momentum. Padahal tugas jurnalis adalah mengabadikan setiap kejadian dan mengabarkan pada masyarakat secara luas. Setiap bencana itu ada pembagian tugas, mulai dapur umum, SAR memberi makan pengungsi,” lanjutnya.

Dalam diskusi tersebut ditampilkan 30-an foto slide, diantaranya suasana perkampungan setelah diserang awan panas atau wedhus gembel, mayat manusia dan hewan, suasana evakuasi oleh anggota Kopassus serta lainnya.

"Untuk menampilkan suasana perkampungan yang hancur, saya harus memutuskan untuk menyeberangi sungai dengan jembatan yang rapuh akibat diterjang wedhus gembel. Di situlah keberanian kita dalam memtuskan sesuatu diuji," terangnya.

Diskusi tersebut diikuti 80 pecinta fotografi se-Surabaya, diantaranya Airlangga Photografi Society (APS), Airlangga Broadcast Education (ABE), Aktifitas Fotografi Unesa (AFO), EXPHOSE (UPN), dan peserta perorangan.

"Seri diskusi Journalist Insting merupakan format baru dimana peserta mendapat bekal pengalaman, mengimajinasikan medan liputan. Jadi nggak melulu pengetahuan teknis fotografi. Karena meskipun kita hapal teknis secara baik, namun jika tak paham medan, skill tersebut bisa hilang dilapangan karena grogi, shock, atau bingung menempatkan posisi," terang Budi Irawan, Ketua Pelaksana Seri Diskusi Journalis Insting.

Menurut pria kribo yang tergabung dalam Himmarfi tersebut, disksui yang bekerja sama dengan Forum Progresif (FOR PRO) AWS, kumpulan alumni Stikosa AWS, itu mampu memberikan trik dan wacana baru bagi fotografer pemula yang nantinya akan hunting di lokasi bencana.

"Diskusi semacam ini akan kami gelar secara berseri untuk menambah wawasan bagi mahasiswa pada umumnya. Terutama yang sedang menempuh studi di Stikosa AWS. Kami memiliki stok alumni di banyak media, juga praktisi kehumasan dan periklanan. Mereka berkomitmen untuk memajukan dunia komunikasi secara luas,” terang M Zurqoni, Koordinator For Pro AWS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Keindahan Wisata Senaru dan Bayan

Senaru yang berarti sinar aru merupakan sebuah nama desa yang terletak di Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara. Desa yang terletak di kaki rinjani ini memiliki kelebihan bila dibadingkan dengan desa-desa lainnya di KLU. Karena disamping sebagai pintu gerbang pendakian ke Rinjani, juga memiliki beberapa obyek wisata yang indah dan menawan.Tidak heran, bila banyak para wisatawan mancanegara maupun lokal yang datang berkunjung menikmati keindahan desa Senaru. Karena selain dapat menikmati wisata air terjun Sindang Gila dan Tiu Kelep, juga para pengunjung dapat berwisata di rumah adat senaru sambil menikmati kebun kopi yang hijau ranau milik warga setempat.

Bagi pengunjung yang ingin berkeliling ke beberapa obyek wisata alam dan wisata budaya, dapat menggunakan jasa para guide yang tegabung dalam kelompok “Panorama Work”, yang setiap saat siap mengantar para pengunjung. Dengan mengeluarkan biaya sekitar Rp. 200.000,- per orang, pengunjungpun akan diantar ke beberapa tempat wisata, seperti rumah adat Senaru, Air Terjun Tiu Kelep, menikmati pemandangan Bangket Bayan, Masjid Kuno Bayan dan rumah adat tradisional Desa Karang Bajo.

Di Balai adat Senaru, wisatawan dapat melihat rumah yang cukup unik, yang lantainya dari tanah liat dengan pagar bedek dan atap daun rumbia yang cukup sejuk karena dikelilingi pohon kayu besar yang rindang. Masyarakat adatpun akan menyambut setiap pengunjung dengan ramah. Dan dari tempat ini, jika mata mengarah ke luar, akan tampak pohon-pohon kopi milik warga.

Jika sudah puas menikmati keunikan rumah adat, para guidepun akan mengantar ke Air Terjun Sindang Gila. Di tempat ini dapat disaksikan butiran-butiran air terjun laksana embun di pagi hari. Sebagian masyarakat meyakini bahwa air terjun ini dapat mengobati pegal-pegal linu atau penyakit reumatik. Wallhu’alam.

Dan obyek wisata yang dimiliki Desa Senaru yang tidak kalah menariknya adalah Air Terjun Tiu Kelep yang terletak sekitar satu kilo meter dari Air Terjun Sindang Gila. Air Terjun ini memiliki kolam renang yang alami. Dan bila pengunjung mandi, konon bisa awet muda dan enteng jodoh bagi pemuda atau pemudi yang sulit mendapat pasangan hidup.

Bila merasa sudah puas menikmati keindahan alam dan air terjun, para guide pun akan mengantar wisatawan ke Bangket Bayan yang membentang luas dan berdekatan dengan hutan adat. Dari Bangket Bayan ini jika mengarahkan pandangan ke selatan akan tampak laut lepas berwarna keputih-putihan.

Tentu perjalanan para pengunjung tidak akan lengkap rasanya, sebelum mendatangi masjid Kuno Bayan yang dibangun ratusan tahun silam. Masjid yang berdiri di sebuah bukit kecil ini dikelilingi beberapa kuncup makam para penyebar agama Islam di Bayan. Keunikan masjid kuno ini, disamping atapnya terbuat dari santek ( bambu) juga lantai masjidnya masih tetap seperti dahulu kala yakni dari tanah liat, tanpa tersentuh semen sedikitpun.

Dan sekitar 200 meter dari tempat ini, pengunjung dapat menikmati rumah unik yang dikenal dengan sebutan rumah adat tradisional gubug Karang Bajo. Rumah inipun ditempati oleh para toak lokak (tetua), pemangku, dan para tokoh adat setempat.

Menurut Ismail, salah seorang guide mengakui, keindahan wisata alam dan budaya yang dimiliki Senaru dan Bayan, tidak bisa dirangkai dengan kata-kata, dan setiap pengunjung yang diantarnya mengaku puas menikmati keindahan obyek wisata yang dimiliki Lombok Utara ini.